Pohon Apel
Bismillahirrahmaanirrahiim.. Suatu ketika, hiduplah sebatang pohon apel
besar dan anak lelaki yang senang bermain-main di bawah pohon apel itu
setiap hari. Ia senang memanjatnya hingga ke pucuk pohon, memakan
buahnya, tidur-tiduran di keteduhan rindang daun-daunnya. Anak lelaki
itu sangat mencintai pohon apel itu. Demikian pula pohon apel sangat
mencintai anak kecil itu. Waktu terus berlalu. Anak lelaki itu kini
telah tumbuh besar dan tidak lagi bermain-main dengan pohon apel itu
setiap harinya.
Suatu hari ia mendatangi pohon apel. Wajahnya
tampak sedih. “Ayo ke sini bermain-main lagi denganku,” pinta pohon apel
itu. “Aku bukan anak kecil yang bermain-main dengan pohon lagi,” jawab
anak lelaki itu. “Aku ingin sekali memiliki mainan, tapi aku tak punya
uang untuk membelinya.” Pohon apel itu menyahut, “Duh, maaf aku pun tak
punya uang… tetapi kau boleh mengambil semua buah apelku dan menjualnya.
Kau bisa mendapatkan uang untuk membeli mainan kegemaranmu.” Anak
lelaki itu sangat senang. Ia lalu memetik semua buah apel yang ada di
pohon dan pergi dengan penuh suka cita.
Namun, setelah itu anak
lelaki tak pernah datang lagi. Pohon apel itu kembali sedih. Suatu hari
anak lelaki itu datang lagi. Pohon apel sangat senang melihatnya
datang. “Ayo bermain-main denganku lagi,” kata pohon apel. “Aku tak
punya waktu,” jawab anak lelaki itu. “Aku harus bekerja untuk
keluargaku. Kami membutuhkan rumah untuk tempat tinggal. Maukah kau
menolongku?” “Duh, maaf aku pun tak memiliki rumah. Tapi kau boleh
menebang semua dahan rantingku untuk membangun rumahmu,” kata pohon
apel. Kemudian anak lelaki itu menebang semua dahan dan ranting pohon
apel itu dan pergi dengan gembira. Pohon apel itu juga merasa bahagia
melihat anak lelaki itu senang, tapi anak lelaki itu tak pernah kembali
lagi. Pohon apel itu merasa kesepian dan sedih.
Pada suatu
musim panas, anak lelaki itu datang lagi. Pohon apel merasa sangat
bersuka cita menyambutnya. “Ayo bermain-main lagi deganku,” kata pohon
apel. “Aku sedih,” kata anak lelaki itu. “Aku sudah tua dan ingin hidup
tenang. Aku ingin pergi berlibur dan berlayar. Maukah kau memberi aku
sebuah kapal untuk pesiar?” “Duh, maaf aku tak punya kapal, tapi kau
boleh memotong batang tubuhku dan menggunakannya untuk membuat kapal
yang kau mau. Pergilah berlayar dan bersenang-senanglah.” Kemudian, anak
lelaki itu memotong batang pohon apel itu dan membuat kapal yang
diidamkannya. Ia lalu pergi berlayar dan tak pernah lagi datang menemui
pohon apel itu.
Akhirnya, anak lelaki itu datang lagi setelah
bertahun-tahun kemudian. “Maaf anakku,” kata pohon apel itu. “Aku sudah
tak memiliki buah apel lagi untukmu.” “Tak apa. Aku pun sudah tak
memiliki gigi untuk mengigit buah apelmu,” jawab lelaki itu. “Aku juga
tak memiliki batang dan dahan yang bisa kau panjat,” kata pohon apel.
“Sekarang, aku sudah terlalu tua untuk itu,” jawab lelaki itu. “Aku
benar-benar tak memiliki apa-apa lagi yang bisa aku berikan padamu. Yang
tersisa hanyalah akar-akarku yang sudah tua dan ekarat ini,” kata pohon
apel itu sambil menitikkan air mata. “Aku tak memerlukan apa-apa lagi
sekarang,” kata lelaki. “Aku hanya membutuhkan tempat untuk
beristirahat. Aku sangat lelah setelah sekian lama meninggalkanmu.”
“Oooh, bagus sekali. Tahukah kau, akar-akar pohon tua adalah tempat
terbaik untuk berbaring dan beristirahat. Mari, marilah berbaring di
pelukan akar-akarku dan beristirahatlah dengan tenang.” Lelaki itu
berbaring di pelukan akar-akar pohon. Pohon apel itu sangat gembira dan
tersenyum sambil meneteskan air matanya.
Ini adalah cerita
tentang kita semua. Pohon apel itu adalah orang tua kita. Ketika kita
muda, kita senang bermain-main dengan ayah dan ibu kita. Ketika kita
tumbuh besar, kita meninggalkan mereka, dan hanya datang ketika kita
memerlukan sesuatu atau dalam kesulitan. Tak peduli apa pun, orang tua
kita akan selalu ada di sana untuk memberikan apa yang bisa mereka
berikan untuk membuat kita bahagia. Anda mungkin berpikir bahwa anak
lelaki itu telah bertindak sangat kasar pada pohon itu, tetapi begitulah
cara kita memperlakukan orang tua kita. Cintailah orang tua kita.
Sampaikan pada orang tua kita sekarang, betapa kita mencintainya; dan
berterima kasih atas seluruh hidup yang telah dan akan diberikannya pada
kita. Mari kita sama – sama, menjenguk orang tua kita luangkan waktu
sebelum terlambat (terutama bagi kita yg sedang menuntut ilmu diluar
kota).
kawan, jangan lupa ya memasang RSS Feed BAAK dan RSS Feed Studentsite ya. Cara teknisnya bisa dilihat di http://hanum.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/30946/RSS+Feed+Studentsite+Pada+Wordpress.pdf
BalasHapus